Tokoh Aceh Tengah Marzuki alias Wen Rimba Raya |
Kepercayaan masyarakat kawasan tengah Aceh terhadap Partai Aceh
kian meningkat semasa pemerintahan Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil
Gubernur Muzakir Manaf. Satu per satu
persoalan di sana dicoba
selesaikan, termasuk dengan membangun sarana jalan tembus untuk
memudahkan transportasi di daerah dengan topografi perbukitan dan
pegunungan itu.
Namun masih banyak harapan yang diembankan masyarakat poros tengah
terhadap Pemerintah Aceh saat ini. Yang disebut poros tengah mencakup
Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues.
Tak seperti di Aceh pesisir, dataran tinggi Gayo punya karakter yang
berbeda. Kawasan ini didiami oleh berbagai etnis, mulai dari orang Gayo,
Alas, Aceh pesisir, Jawa, juga keturunan Batak.
“Tantangan di wilayah tengah ini memang relatif berbeda dengan di
Aceh pesisir. Perlu pendekatan khusus,” kata Wen Rimba Raya, tokoh
Partai Aceh dari Gayo.
Apa saja tantangan yang dihadapi Partai Aceh di sana? Berikut wawancara The Atjeh Times dengan pria yang punya nama asli Marzuki ini. Wawancara berlangsung di kantor The Atjeh Times, Selasa, 18 Februari 2014.
Apa sebenarnya inti persoalan yang terjadi di poros tengah?
Inti persoalan yang terjadi di poros tengah hari ini adalah bagaimana mengangkat martabat masyarakat di tanoh Gayo.
Maksud memahami masyarakat tanah Gayo itu sebenarnya bagaimana?
Maksudnya, di sini seluruh etnis yang ada di situ, baik itu etnis
Gayo, Jawa, Alas, dan Aceh pesisir. Masyarakat poros tengah sangat
heterogen atau beragam. Tentu semua ini yang harus kita angkat harkat
dan martabatnya.
Sebelumnya ada semacam rasa pesimis dari kalangan masyarakat Gayo.
Mereka merasa pesimis bisa memainkan peran di tingkat provinsi. Makanya
kemudian ada harapan masyarakat Gayo saat pencalonan pasangan Zikir yang
didukung Partai Aceh di pilkada 2012 lalu.
Saat itu masyarakat Gayo akan membantu pasangan ini meraih
kemenangan, tetapi mereka meminta diberikan kesempatan beberapa dari
mereka (masyarakat Gayo-red) untuk memimpin SKPA.
Bukankah ini sudah direalisasi oleh Pemerintah Aceh saat ini?
Ya, alhamdulillah posisi itu kemudian terealisasi saat Doto Zaini dan
Mualem terpilih. Saat ini ada sejumlah kepala dinas atau SKPA yang
diisi oleh perwakilan poros tengah.
Apalagi yang diinginkan masyarakat poros tengah?
Kemudian kita (poros tengah-red) saat itu juga meminta untuk
diperhatikan pembangunan, terutama jalan lintas. Poros tengah kan
memiliki topografi berupa pergunungan. Sayangnya, jalan hubung dari
pedalaman ke pusat kota maupun antarkabupaten tidak bagus. Padahal,
masyarakat rata-rata berprofesi sebagai petani yang membutuhkan jalan
untuk membawa hasil panen mereka ke kota.
Kita juga minta saat itu poros tengah sebagai prioritas untuk
membangun Aceh. Artinya pembangunan Aceh dimulai dari poros tengah.
Sekarang alhamdulillah hal itu juga sudah direalisasi. Pemerintah
Aceh saat ini sudah merealisasikan sebahagian besar anggarannya untuk
pembangunan jalan lintas tengah.
Ini akan membuat denyut ekonomi masyarakat kembali hidup. Tentu saja,
hal ini memerlukan proses. Itu beberapa persoalan besar yang sudah
dijawab oleh Pemerintah Aceh.
Kalau soal politik bagaimana?
Kita juga meminta agar pemerintah Aceh memberikan ruang politik bagi
masyarakat Gayo agar bisa bersanding di Partai Aceh. Masyarakat poros
tengah memiliki kemampuan untuk berpolitik, namun ada ketakutan tak bisa
diterima Partai Aceh.
Namun hari ini kita telah memberikan ruang bagi mereka sehingga
dengan mudah bisa masuk dan menjadi bagian dari Partai Aceh di poros
tengah. Saat ini sama-sama berjuang untuk membangun Aceh bersama-sama.
Mereka juga menjadi caleg Partai Aceh di pemilu 9 April. Dengan harapan
semua kekhawatiran tadi hilang.
Nah kalau kita lihat, masyarakat Gayo memiliki posisi yang sangat
penting pada pemerintahan Aceh saat ini. Dengan harapan, jika poros
tengah tenang dan tanpa riak, maka pembangunan di Aceh pun tidak
terganggu. Ini tentu akan membuat nyaman pemerintahan Aceh saat ini.
Apakah riak yang terjadi di poros tengah mengganggu pemerintahan?
Kalau riak yang terjadi di sana, biarpun kecil, tentu akan mengganggu.
Apa sebenarnya yang membuat poros tengah itu berbeda?
Masyarakat tanah Gayo itu sebenarnya sangat berbeda dengan daerah
lain. Mereka tidak suka berpolitik. Mereka lebih fokus bagaimana
mengembangkan usaha untuk keluarga, seperti berkebun dan berladang.
Selain itu mereka juga fokus untuk menjaga adat dan budaya. Oleh
karena itu, ketika ada satu dua orang yang menggarap isu negatif, maka
mereka yang tadinya tidak tahu apa-apa akan ikut tergiring.
Padahal, pelaku tadi hanya memanfaatkan isu untuk kepentingan politik
golongannya semata. Nah hal ini yang mesti dijawab oleh pemerintah Aceh
dan Partai Aceh. Jika dibiarkan, maka semakin lama semakin membesar.
Persoalan ini hanya mampu dijawab oleh masyarakat Gayo sendiri. Atas
dasar ini kita mencalonkan para caleg Partai Aceh, baik DPR Aceh maupun
DPRK dari masyarakat tanah Gayo itu sendiri.
Biarkan masyarakat tanah Gayo membangun daerahnya sendiri melalui Partai Aceh.
Apakah pembangunan di poros tengah selama ini bisa disebut salah urus?
Contohnya begini. Membangun ekonomi Aceh itu sebenarnya tidak sulit,
tetapi bagaimana menerapkan pola pembangunan dari Aceh untuk Aceh
terlebih dahulu.
Maksudnya, kita jangan berharap investor datang dan kemudian
membangun Aceh. Tetapi coba terapkan konsep ekonomi “dari Aceh untuk
Aceh” atau menghubungkan Aceh secara keseluruhan. Jika ini sudah
berjalan, investor akan datang dengan sendirinya.
Poros tengah sebagai daerah penghasil misalnya, dibuat agar bisa
menyuplai kebutuhan di daerah pesisir. Pemerintah tinggal membuat
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan petani di poros tengah untuk
mewujudkan hal ini, seperti pabrik dan lainnya.
Kalau untuk Aceh sudah tercukupi, baru kemudian ditingkatkan untuk
daerah lain di Sumatera dan seterusnya. Ini lebih mudah, lebih cepat
serta lebih menyentuh.
Apakah konsep ini akan disampaikan kepada pemerintah Aceh?
Kita berharap parlemen yang lahir dari hasil pemilu 9 April nantinya
yang memperjuangkan hal ini, terutama perwakilan masyarakat tanah Gayo
yang saat ini maju dari Partai Aceh.
Itu kan proyek besar. Itu yang diperjuangkan oleh kader Partai Aceh
saat ini di poros tengah. Namun yang perlu diketahui, saat ini
pemerintah di sana bukanlah orang kita. Nah ini harus dibangun mulai
dari masyarakatnya, pemerintahan, hingga ke level yang paling atas.
Kita mungkin bermimpi bahwa ada satu kecamatan, katakanlah di Bener
Meriah, yang dijadikan sentral produksi cabe, misalnya. Kemudian lahir
produsen cabe dan lainnya. Dari hulu ke hilir. Akhirnya pemerintah
membuat kebijakan agar hasil produksi ini dimanfaatkan oleh daerah
lainnya di dalam provinsi Aceh. Pemerintah juga harus menjamin harganya
seimbang antara di petani dengan para konsumen nantinya. Jika ini saja
kita lakukan, maka hilang satu persoalan yang melanda Aceh hari ini,
yaitu ketergantungan Aceh dengan Sumatera Utara.
Inilah yang ingin kita perjuangan nantinya. Ini proyek besarnya.
Ini harapan masyarakat di sana?
Ya, masyarakat di tanah Gayo itu sebetulnya seumpama Danau Lut Tawar.
Mereka begitu tenang, hening, serta tidak berombak dan dalam. Mereka
melihat, mengamati, serta, menilai dan meresapi.
Kalau diajak diskusi, mereka akan diam dan mendengarkan semua yang
disampaikan. Tidak mengatakan iya serta tidak juga mengatakan tidak.
Kemudian mereka berpikir matang-matang serta memutuskan belakangan.
Kalau sudah mengiyakan, maka mereka akan teguh serta tidak mudah goyang
pada pendiriannya.
Kalau kita lihat pada perjuangan DI/TII juga begitu. Setelah adanya
ikrar Lamteh, semua pentolan DI/TII akhirnya turun gunung. Namun perlu
diketahui, sosok Teungku Ilyas Leubee lah yang terakhir turun. Beliau
memastikan dulu, bahwa semua pentolan DI/TII telah turun gunung.
Padahal, beliau sangat terpelajar sekali.
Beliau jadi ikon dalam perjuangan GAM. Keteguhannya sangat kuat.
Kalau komunitas Jawa di poros tengah bagaimana?
Inilah sebenarnya yang unik dari Aceh. Kita sejak dulu tidak pernah
menolak siapa pun yang ingin tinggal di Aceh. Kita tidak anti terhadap
pendatang-pendatang. Asalkan mereka sama-sama bermaksud membangun Aceh
dan memperhatikan norma-norma yang berlaku. Mereka juga memahami
karakter masyarakat Aceh. Mereka (masyarakat Jawa-red) telah menjadi
bagian dari Aceh itu sendiri. Nah yang terjadi saat Aceh masih
berkonflik adalah karena upaya adu domba pihak-pihak tertentu.
Sekarang mereka bahkan sudah menjadi bagian dari Partai Aceh. Kalau
kita dikatakan anti-Jawa, jelas salah karena yang banyak masuk ke Partai
Aceh saat ini adalah masyarakat Jawa. Salah satu perjuangan mereka
adalah melalui pusat Paguyuban Masyarakat Jawa-Aceh. Wakil dari mereka
juga kita calonkan sebagai caleg di pemilu 9 April.
sumber : atjehpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar