">

Senin, 03 Maret 2014

Wen Rimba Raya: Tanoh Gayo Pasak Bumi Aceh

Do you want to share?

Do you like this story?

Tokoh Aceh Tengah
Marzuki alias Wen Rimba Raya
* Tak seperti di Aceh pesisir, dataran tinggi Gayo punya karakter yang berbeda. Kawasan ini didiami oleh berbagai etnis.
Kepercayaan masyarakat kawasan tengah Aceh terhadap Partai Aceh kian meningkat semasa pemerintahan Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf. Satu per satu
persoalan di sana dicoba selesaikan, termasuk dengan membangun sarana jalan tembus untuk memudahkan transportasi di daerah dengan topografi perbukitan dan pegunungan itu.

Namun masih banyak harapan yang diembankan masyarakat poros tengah terhadap Pemerintah Aceh saat ini. Yang disebut poros tengah mencakup Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues.

Tak seperti di Aceh pesisir, dataran tinggi Gayo punya karakter yang berbeda. Kawasan ini didiami oleh berbagai etnis, mulai dari orang Gayo, Alas, Aceh pesisir, Jawa, juga keturunan Batak.

“Tantangan di wilayah tengah ini memang relatif berbeda dengan di Aceh pesisir. Perlu pendekatan khusus,” kata Wen Rimba Raya, tokoh Partai Aceh dari Gayo.

Apa saja tantangan yang dihadapi Partai Aceh di sana? Berikut wawancara The Atjeh Times dengan pria yang punya nama asli Marzuki ini. Wawancara berlangsung di kantor The Atjeh Times, Selasa, 18 Februari 2014.

Apa sebenarnya inti persoalan yang terjadi di poros tengah?
Inti persoalan yang terjadi di poros tengah hari ini adalah bagaimana mengangkat martabat masyarakat di tanoh Gayo.

Maksud memahami masyarakat tanah Gayo itu sebenarnya bagaimana?
Maksudnya, di sini seluruh etnis yang ada di situ, baik itu etnis Gayo, Jawa, Alas, dan Aceh pesisir. Masyarakat poros tengah sangat heterogen atau beragam. Tentu semua ini yang harus kita angkat harkat dan martabatnya.

Sebelumnya ada semacam rasa pesimis dari kalangan masyarakat Gayo. Mereka merasa pesimis bisa memainkan peran di tingkat provinsi. Makanya kemudian ada harapan masyarakat Gayo saat pencalonan pasangan Zikir yang didukung Partai Aceh di pilkada 2012 lalu.

Saat itu masyarakat Gayo akan membantu pasangan ini meraih kemenangan, tetapi mereka meminta diberikan kesempatan beberapa dari mereka (masyarakat Gayo-red) untuk memimpin SKPA.

Bukankah ini sudah direalisasi oleh Pemerintah Aceh saat ini?
Ya, alhamdulillah posisi itu kemudian terealisasi saat Doto Zaini dan Mualem terpilih. Saat ini ada sejumlah kepala dinas atau SKPA yang diisi oleh perwakilan poros tengah.

Apalagi yang diinginkan masyarakat poros tengah?
Kemudian kita (poros tengah-red) saat itu juga meminta untuk diperhatikan pembangunan, terutama jalan lintas. Poros tengah kan memiliki topografi berupa pergunungan. Sayangnya, jalan hubung dari pedalaman ke pusat kota maupun antarkabupaten tidak bagus. Padahal, masyarakat rata-rata berprofesi sebagai petani yang membutuhkan jalan untuk membawa hasil panen mereka ke kota.

Kita juga minta saat itu poros tengah sebagai prioritas untuk membangun Aceh. Artinya pembangunan Aceh dimulai dari poros tengah.

Sekarang alhamdulillah hal itu juga sudah direalisasi. Pemerintah Aceh saat ini sudah merealisasikan sebahagian besar anggarannya untuk pembangunan jalan lintas tengah.

Ini akan membuat denyut ekonomi masyarakat kembali hidup. Tentu saja, hal ini memerlukan proses. Itu beberapa persoalan besar yang sudah dijawab oleh Pemerintah Aceh.

Kalau soal politik bagaimana?
Kita juga meminta agar pemerintah Aceh memberikan ruang politik bagi masyarakat Gayo agar bisa bersanding di Partai Aceh. Masyarakat poros tengah memiliki kemampuan untuk berpolitik, namun ada ketakutan tak bisa diterima Partai Aceh.

Namun hari ini kita telah memberikan ruang bagi mereka sehingga dengan mudah bisa masuk dan menjadi bagian dari Partai Aceh di poros tengah. Saat ini sama-sama berjuang untuk membangun Aceh bersama-sama. Mereka juga menjadi caleg Partai Aceh di pemilu 9 April. Dengan harapan semua kekhawatiran tadi hilang.

Nah kalau kita lihat, masyarakat Gayo memiliki posisi yang sangat penting pada pemerintahan Aceh saat ini. Dengan harapan, jika poros tengah tenang dan tanpa riak, maka pembangunan di Aceh pun tidak terganggu. Ini tentu akan membuat nyaman pemerintahan Aceh saat ini.

Apakah riak yang terjadi di poros tengah mengganggu pemerintahan?
Kalau riak yang terjadi di sana, biarpun kecil, tentu akan mengganggu.

Apa sebenarnya yang membuat poros tengah itu berbeda?
Masyarakat tanah Gayo itu sebenarnya sangat berbeda dengan daerah lain. Mereka tidak suka berpolitik. Mereka lebih fokus bagaimana mengembangkan usaha untuk keluarga, seperti berkebun dan berladang.

Selain itu mereka juga fokus untuk menjaga adat dan budaya. Oleh karena itu, ketika ada satu dua orang yang menggarap isu negatif, maka mereka yang tadinya tidak tahu apa-apa akan ikut tergiring.

Padahal, pelaku tadi hanya memanfaatkan isu untuk kepentingan politik golongannya semata. Nah hal ini yang mesti dijawab oleh pemerintah Aceh dan Partai Aceh. Jika dibiarkan, maka semakin lama semakin membesar.

Persoalan ini hanya mampu dijawab oleh masyarakat Gayo sendiri. Atas dasar ini kita mencalonkan para caleg Partai Aceh, baik DPR Aceh maupun DPRK dari masyarakat tanah Gayo itu sendiri.
Biarkan masyarakat tanah Gayo membangun daerahnya sendiri melalui Partai Aceh.

Apakah pembangunan di poros tengah selama ini bisa disebut salah urus?
Contohnya begini. Membangun ekonomi Aceh itu sebenarnya tidak sulit, tetapi bagaimana menerapkan pola pembangunan dari Aceh untuk Aceh terlebih dahulu.

Maksudnya, kita jangan berharap investor datang dan kemudian membangun Aceh. Tetapi coba terapkan konsep ekonomi “dari Aceh untuk Aceh” atau menghubungkan Aceh secara keseluruhan. Jika ini sudah berjalan, investor akan datang dengan sendirinya.

Poros tengah sebagai daerah penghasil misalnya, dibuat agar bisa menyuplai kebutuhan di daerah pesisir. Pemerintah tinggal membuat fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan petani di poros tengah untuk mewujudkan hal ini, seperti pabrik dan lainnya.

Kalau untuk Aceh sudah tercukupi, baru kemudian ditingkatkan untuk daerah lain di Sumatera dan seterusnya. Ini lebih mudah, lebih cepat serta lebih menyentuh.

Apakah konsep ini akan disampaikan kepada pemerintah Aceh?
Kita berharap parlemen yang lahir dari hasil pemilu 9 April nantinya yang memperjuangkan hal ini, terutama perwakilan masyarakat tanah Gayo yang saat ini maju dari Partai Aceh.

Itu kan proyek besar. Itu yang diperjuangkan oleh kader Partai Aceh saat ini di poros tengah. Namun yang perlu diketahui, saat ini pemerintah di sana bukanlah orang kita. Nah ini harus dibangun mulai dari masyarakatnya, pemerintahan, hingga ke level yang paling atas.

Kita mungkin bermimpi bahwa ada satu kecamatan, katakanlah di Bener Meriah, yang dijadikan sentral produksi cabe, misalnya. Kemudian lahir produsen cabe dan lainnya. Dari hulu ke hilir. Akhirnya pemerintah membuat kebijakan agar hasil produksi ini dimanfaatkan oleh daerah lainnya di dalam provinsi Aceh. Pemerintah juga harus menjamin harganya seimbang antara di petani dengan para konsumen nantinya. Jika ini saja kita lakukan, maka hilang satu persoalan yang melanda Aceh hari ini, yaitu ketergantungan Aceh dengan Sumatera Utara.
Inilah yang ingin kita perjuangan nantinya. Ini proyek besarnya.

Ini harapan masyarakat di sana?
Ya, masyarakat di tanah Gayo itu sebetulnya seumpama Danau Lut Tawar. Mereka begitu tenang, hening, serta tidak berombak dan dalam. Mereka melihat, mengamati, serta, menilai dan meresapi.

Kalau diajak diskusi, mereka akan diam dan mendengarkan semua yang disampaikan. Tidak mengatakan iya serta tidak juga mengatakan tidak. Kemudian mereka berpikir matang-matang serta memutuskan belakangan. Kalau sudah mengiyakan, maka mereka akan teguh serta tidak mudah goyang pada pendiriannya.

Kalau kita lihat pada perjuangan DI/TII juga begitu. Setelah adanya ikrar Lamteh, semua pentolan DI/TII akhirnya turun gunung. Namun perlu diketahui, sosok Teungku Ilyas Leubee lah yang terakhir turun. Beliau memastikan dulu, bahwa semua pentolan DI/TII telah turun gunung. Padahal, beliau sangat terpelajar sekali.
Beliau jadi ikon dalam perjuangan GAM. Keteguhannya sangat kuat.

Kalau komunitas Jawa di poros tengah bagaimana?
Inilah sebenarnya yang unik dari Aceh. Kita sejak dulu tidak pernah menolak siapa pun yang ingin tinggal di Aceh. Kita tidak anti terhadap pendatang-pendatang. Asalkan mereka sama-sama bermaksud membangun Aceh dan memperhatikan norma-norma yang berlaku. Mereka juga memahami karakter masyarakat Aceh. Mereka (masyarakat Jawa-red) telah menjadi bagian dari Aceh itu sendiri. Nah yang terjadi saat Aceh masih berkonflik adalah karena upaya adu domba pihak-pihak tertentu.

Sekarang mereka bahkan sudah menjadi bagian dari Partai Aceh. Kalau kita dikatakan anti-Jawa, jelas salah karena yang banyak masuk ke Partai Aceh saat ini adalah masyarakat Jawa. Salah satu perjuangan mereka adalah melalui pusat Paguyuban Masyarakat Jawa-Aceh. Wakil dari mereka juga kita calonkan sebagai caleg di pemilu 9 April.
sumber :  atjehpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Top 5 News

Contact Us About Us Privacy Help Redaksi Info Iklan F A Q