">

Sabtu, 18 Januari 2014

Masih Ada Kelompok Yang Doyan Politik Premanisme

Do you want to share?

Do you like this story?

Banda Aceh - Kapolda Aceh, Irjen Pol Herman Effendi melaporkan kepada Kapolri, Jenderal Polisi Sutarman, tentang potensi konflik yang rawan terjadi pada Pemilu 2014 di Aceh, khususnya antara kubu Partai Aceh (PA) dengan Partai Nasional Aceh (PNA), dua partai lokal (parlok) di Aceh. “Bapak Kapolri, dapat kami laporkan bahwa potensi konflik di Aceh, selain masih ada sisa senjata api ilegal, juga ada tiga partai lokal di Aceh yang dua di antaranya cukup rawan menimbulkan konflik, yaitu PA dengan PNA. Sebagian pe
ngurus atau caleg, maupun pendukung dari kedua partai ini sama-sama mantan kombatan,” lapor Kapolda saat memberi sambutan di Aula Mapolda Aceh menerima kunjungan kerja Kapolri dan rombongan ke Mapolda Aceh di Banda Aceh, Rabu (15/1) lalu.
Laporan ke Kapolri itu setidaknya membuktikan masih adanya potensi konflik antarpeserta pesta demokrasi di Aceh. Lebih jauh lagi juga menjadi bukti tentang adanya potensi politik premanisme dengan aplikasi hukum jalanan di Aceh.
Masih ada kelompok yang terkesan alergi dengan demokrasi yang berjalan lewat koridor hati nurani dan diterapkan secara elegant serta bermartabat. Dengan kata lain, masih ada kelompok yang doyan dengan politik yang digelindingkan dengan tangan besi, serta hegemoni tiranis.
Harian ini mencatat, bulan ini sedikitnya terjadi tiga kasus penganiayaan dengan korban kader PNA. Ketiganya adalah Syamsuddin (47) asal Tanjong Awe, Kecamatan Samudera Geudong, Aceh Utara,
Jufrizal (27) asal Desa Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, dan Ramli (30), asal Desa Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Aceh Utara.
Tidak ada aroma dendam ataupun kisruh harta warisan di sana, karena yang ada hanyalah politik ala bangsa primitif. Betapa tidak, karena menaikkan dan menurunkan bendera partai yang diklaim pihak tertentu sebagai ‘tindakan haram’, maka mereka dieksekusi dengan cara primitif pula.
Kita tiba tiba teringat dengan sebuah buku karangan Jules Archer yang diterjemahkan oleh Dimyati AS dan dipublish tahun 2007 dengan titel Kisah Para Diktator. Buku itu mengulas tuntas tentang politik tiran yang dilakoni para diktator antara lain, Adolf Hitler, Vladimir Ilyich Lenin, Francois Duvalier, Fidel Castro, hingga Soekarno dan Soeharto sekalipun.
Di sisi lain harus diakui potensi konflik Pemilu 2014 bukan hanya dipicu pergesekan antarkontenstan, tapi juga ada pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK), seperti diutarakan pakar komunikasi politik, Heri Budianto, dosen FISIP Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta.
Kapolri Jenderal Sutarman memastikan bahwa jajaran Polda Aceh yang dibackup TNI serta stakeholder lainnya sudah siap untuk mengamankan Pemilu di Aceh. Artinya juga siap untuk mengantisipasi potensi konflik pada Pemilu itu sendiri.
Lebih dari itu untuk langkah law enforcement kita punya UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum serta Perkap No 10 tahun 2013 tentang tata cara penyidikan tindak pidana Pemilu dan sosialisasi Keputusan Kabareskrim Polri No. 19/V/2013 tentang pedoman penyidikan tindak pidana Pemilu.
Jika itu dilaksanakan secara konsekuen, tentu potensi konflik Pemilu, termasuk persinggungan panas antarpartai tak perlu terjadi. Karena semuanya ada rambu rambu yang jelas dan tegas. Sebaliknya, jika itu tak dilaksanakan, pelestarian hegemoni politik secara bar bar tetap akan berlangsung. Dan tunggulah rakyat akan bangkit menghadang dengan cara rakyat pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Top 5 News

Contact Us About Us Privacy Help Redaksi Info Iklan F A Q