">

Senin, 27 Januari 2014

Lewat Novel, Arafat Nur Ajak Masyarakat Aceh untuk Gemar Membaca

Do you want to share?

Do you like this story?

Arafat Nur, nama ini sudah tidak asing lagi dalam dunia kesusasteraan Aceh. Penulis asal Aceh Utara, kelahiran Lubuk Pakam, Sumatra Utara, 22 Desember  tahun 1974 silam ini sudah sejak lama melalangbuana dalam dunia kepenulisan. Di Aceh, namanya kian melejit sejak novel Lampuki yang ditulisnya beberapa tahun lalau memenangkan sejumlah penghargaan di tingkat Nasional.


Arafat mulai menulis karya sastra di tahun 90-an. Di antara sejumlah karya nya itu seperti novel Cinta Bidadari (Pustaka Intermasa Jakarta, 2007), Meutia Lon Sayang (Mizan Bandung, 2005),  Percikan Darah di Bunga, Nyanyiam Cinta di Tengah Ladang , Cinta Mahasunyi dan sejumlah judul cerpen serta puisi lainnya yang sudah sering mengisi media massa.

Desember 2013 yang lalu, Arafat Nur kembali melahirkan sebuah novel yang berjudul Burung Terbang Di Kelam Malam. Berbeda dengan Lampuki yang dinilai berat, karena mengangkat isu sosial dan politik pada masa konflik di Aceh, novelnya kali ini dinilai lebih ringan namun masih tetap menghibur dan berlatar Aceh.
Melalui novelnya ini Arafat Nur mengatakan bahwa ia mencoba mengajak  masyarakat Aceh untuk lebih gemar membaca. 

 “Dalam novel Burung Terbang di Kelam Malam ini, saya mencoba menjelaskan apa itu novel, bahkan ada teorinya. Di situ saya coba gambarkan realitas bahwa masyarakat kita saat ini sangat tidak akrab dengan bacaan, bahkan dengan benda yang bernama novel itu. Oleh karenanya novel ini bermaksud untuk memncerdaskan masyarakat, ” ujarnya.

Selain itu ia juga mengatakan bahwa sisi menarik lainnya dalam novel Burung Terbang di Kelam Malam adalah adanya sisi edukatif yang secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk menulis. Menurutnya dengan membaca orang akan memiliki kemampuan menulis, karena syarat bisa menulis adalah membaca,” ujarnya.

Penulis yang pernah mendapatkan anugerah begengsi di Indonesia yakni Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2011 untuk kategori fiksi dan pernah meraih penghargaan sebagai pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010 itu mengaku tidak ambil pusing jika karya-karya nya selama ini dikatakan kontroversi oleh segelintir orang.   

“Saya niatnya untuk mendidik, bukan malah membodohkan masyarakat Aceh. Jika ada orang yang menilai begitu, tidak masalah bagi saya. Itu hak mereka.”Katanya kepada The Globe Journal, Jumat (24/1).
Penulis yang pernah diundang dalam acara Ubud Writers and Readers Festival tahun 2011 ini mengatakan novelnya akan segera beredar pada awal Februari mendatang. “Ini novel ringan, dan mudah dipahami serta cocok dibaca untuk semua kalangan. Semoga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh nantinya, “ tutupnya.
 
sumber : The Globe Journal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Top 5 News

Contact Us About Us Privacy Help Redaksi Info Iklan F A Q