">

Sabtu, 08 Februari 2014

Hambatan Pengembangan Pelabuhan Aceh Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional

Do you want to share?

Do you like this story?

Perencanaan Tata Ruang, sebagai salah satu instrumen yang dimiliki Pemerintah dalam mengatur aktivitas dalam ruang wilayah, merupakan perencanaan suatu ‘sistem’ yang melingkupi perwujudan struktur dan pola ruang/wilayah dalam penyelenggaraan pembangunan.  Struktur Ruang menggambarkan keberadaan susunan pusat-pusat permukiman dengan didukung ketersediaan sistem jaringan prasarana dan sarana yang bersifat hierarkis dan memiliki hubungan fungsional. Pada sisi lain, perwujudan Pola Ruang adalah suatu mekanisme peruntukan suatu wilayah yang diarahkan sebagai fungsi lindung atau fungsi budi daya. Sebagai suatu sistem tersendiri, suatu kota/wilayah akan mampu membangun perekonomian dan meningkatkan pelayanan serta kesejahteraan masyarakatnya dengan adanya ketersediaan jaringan infastruktur (prasarana/sarana). Transportasi merupakan salah satu infrastruktur utama atau subsistem perkotaan/wilayah dalam pembangunan wilayah.


Keberhasilan fungsi dan peran pelabuhan sebagai bagian dari infrastruktur transportasi dalam pembangunan dapat dilihat dari dua pengertian. Pertama, dalam artian sempit, keberhasilan pembangunan pelabuhan dapat dimaknai sebagai keberhasilan dalam terlaksananya pelayanan perpindahan/distribusi barang dan penumpang secara lancar dan nyaman. Peran ini menunjukkan keberhasilan pembangunan pelabuhan sebagai perwujudan fasilitas pelayanan publik. Kedua, makna yang lebih luas, melihat keberhasilan pelabuhan adalah keberhasilannya sebagai bagian dari sistem perkotaan/wilayah yang mampu memberi peran bagi perkembangan kota/wilayahnya. Pengertian ini memberi makna peran pelabuhan yang dirasakan jauh lebih penting yaitu sebagai motor penggerak perekonomian wilayah.

Mengevaluasi beberapa pelabuhan di Aceh, secara umum keberadaan pelabuhan di Aceh belum memberi peran yang optimal. Sesuai dengan PP no.61/2009 tentang Kepelabuhanan, dapat dimaknai bahwa semestinya pelabuhan memberi peran dalam artian sempit (sebagai simpul dalam jaringan transportasi, tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang, dan alih moda transportasi) dan luas (sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian, penunjang kegiatan industry dan perdagangan, dan mewujudkan kedaulatan Negara). Dalam artian sempit dapat dikatakan, pelabuhan di Aceh belum sepenuhnya berhasil memberi pelayanan perpindahan barang/penumpang. Demikian pula, untuk menyatakan keberhasilan pelabuhan di Aceh dalam artian yang lebih luas harus dilakukan evaluasi ataupun kajian terlebih dahulu.

Undang-undang no.17 tahun 2008 tentang pelayaran menjelaskan keberadaan Tatanan Kepelabuhan Nasional diwujudkan salah satunya untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah. Hal ini sejalan dengan prioritas pembagunan wilayah Aceh sebagaimana tertuang dalam RPJMA 2012-2017 menekankan tentang pentingnya perwujudan infrastruktur terintegrasi yang diharapkan akan mampu menopang percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah. Karakteristik wilayah Aceh yang sebahagian besar wilayah pusat pertumbuhannya berada di wilayah pantai membutuhkan dukungan penguatan pelayaran dan infrastruktur pelabuhan dengan adanya keberadaan suatu pelabuhan utama/ internasional hub port.

Akan tetapi dalam pembangunan dan pengembangan pelabuhan, Aceh masih memiliki berbagai persoalan yang dihadapi. Persoalan yang paling sering muncul kepermukaan adalah terkait dengan regulasi teknis pada tingkat nasional dengan regulasi khusus pelaksanaan Otonomi khusus Aceh, UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Secara lebih teknis, dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Permenhub No. KP. 414 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional) menempatkan tidak adanya pelabuhan Utama di wilayah Aceh, sehingga kepentingan penetapan pelabuhan utama di Aceh belum dapat terlaksana. Pelabuhan Krueng Geukuh memiliki karakteristik yang sepatutnya berpotensi dapat dijadikan sebagai Pelabuhan Utama di wilayah Aceh.Sesuai dengan PP No.61Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa dalam penetapan hierarkhi kepelabuhan, Pelabuhan Utama memiliki karakteristik kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional, kedekatan dengan jalur pelayaran internasional, memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya, memiliki luas daratan dan perairan tertentu, mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu, tempat alih muat penumpang dan barang internasional, dan volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan wilayah Aceh yang didukung oleh Alur laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, berada pada lintasan koridor pelayaran internasional di Selat Malaka, serta menjadi pintu gerbang di wilayah Indonesia bagian Barat, Pelabuhan Krueng Geukuh sangat potensial untuk menjadi Internasional Hub Port. Penguatan peran pelabuhan Krueng Geukuh sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional dapat dijalankan dengan memperkuat Pusat Kegiatan Nasional-Lhokseumawe.

Hal lain terkait regulasi adalah ketidakjelasan batasan kewenangan dalam hirarkhi pelabuhan. Dalam klasifikasi tersebut dijelaskan, Pelabuhan Utama merupakan kewenangan pemerintah pusat, pelabuhan pengumpul merupakan kewenangan Provinsi dan Pelabuhan Pengumpan merupakan kewenangan Kabupaten/Kota. Sedangkan berdasarkan UUPA, kewenangan terhadap seluruh pelabuhan di Aceh menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh. Mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban, hal ini membutuhkan persiapan yang sangat besar terkait keberadaan otoritas pelabuhan, sumber daya manusia, dan berbagai fasilitas pendukung sampai dengan dukungan dunia usaha, agar dapat terlaksananya amanat undang-undang maka selanjutnya Pemerintah Aceh harus segera menentukan langkah-langkah apa yang perlu diambil dalam melaksanakan UUPA untuk menjalankan kewenangan mengelola pelabuhan.

sumber : www.dishubkomintel.acehprov.go.id

1 komentar:

  1. Pemerintah Aceh perlu membuat turunan kebijakan dari UU PA tersebut. dan bila UU PA belum menjawab, maka UU PA harus direvisi agar memiliki kewenangan untuk mengatur sarana prasarana infrastruktur. kajian saya terhadap UU PA, belum mendefinisikan dan belum mengatur tentang kewenangan yang sudah diterakan didalam UU PA.

    BalasHapus

Top 5 News

Contact Us About Us Privacy Help Redaksi Info Iklan F A Q