Biaya politik yang dimaksud antara lain untuk : membiayai pemilu, pilpres, pilkada dan pemenangan jabatan-jabatan politis lainnya.
Sistem demokrasi langsung yang diterapkan di tanah air kita mengharuskan, mau tidak mau, pengeluaran biaya politik yang sangat besar dilakukan oleh umumnya partai politik/politisi. Sistem demokrasi langsung artinya adalah, uang, uang dan uang.
Untuk mengambil hati rakyat pemilih seperti Anda, partai politik/politisi harus melakukan banyak kegiatan-kegiatan. Kegiatan yang utama adalah pembentukan opini publik yang positip dan terbaik terhadap partai politik/politisi/kandidat tertentu.
Jika dahulu kekuasaan diraih dengan kekuatan pasukan di parlemen, saat ini dalam sistem demokrasi, kekuatan pasukan itu adalah Opini Publik. Ada adagium “siapa yang menguasai informasi, maka dia akan menguasai dunia”. Informasi adalah pembentuk opini publik. Pengendalian alur pikiran rakyat/pemilih.
Untuk membuat opini publik terhadap partai politik/ politisi/kandidat diperlukan uang yang sangat besar. Membayar media untuk pemasangan iklan, promosi dan seterusnya. Biaya iklan dan promosi di media 'mainstream' sebagai pembentuk opini utama, sangatlah mahal. Untuk satu kali penayangan iklan di TV berdurasi 30 detik (prime time) saja, bisa seharga Rp.10-20 juta.
Biaya iklan di media cetak ternama di Indoensia misalnya, untuk iklan 1 halaman berwarna mencapai Rp.2 milyar setiap kali terbit. Singkatnya, biaya iklan di media itu memang sangat mahal. Promosi atau iklan di media cetak nasional lain meski lebih murah, tetap saja masih dalam kisaran ratusan juta untuk sekali terbit.
Sementara itu untuk membangun citra melalui promosi dan iklan itu tidak bisa dilakukan 1-2 kali saja, harus terus menerus dan berkelanjutan.
Pencitraan atau pembentukan opini positif melalui kegiatan langsung juga butuh biaya besar. Bahkan lebih besar dari pada biaya iklan di media massa. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan atau ditujukan kepada eksternal partai (publik) membutuh biaya yang lebih gila-gilaan besarnya. Kegiatan internal juga butuh uang yang tak sedikit.
Untuk melakukan konsolidasi partai politik, bahkan juga untuk pelantikan pengurus partai saja, dipastikan perlu dana yang besar. Belum lagi terbang ke sana terbang kemari untuk bertemu parakader partai. Biaya media massa, atribut kampanye, konsultan politik, akomodasi, konsumsi, transportasi dan sebagainya, semua itu butuh biaya luar biasa besar.
Sistem demokrasi langsung di negeri kita memang sangatlah mahal. Butuh biaya yang sangat besar. Dari mana sumbernya? Iuran anggota partai politik? Wah !! Itu hampir dipastikan sangat mustahil.
Sistem demokrasi di Indonesia memang belum diikuti mekanisme pengumpulan dana (fund raising) yang mapan dari kader/simpatisan partai politik seperti di negara-negara barat. Partai politik/politisi di Indonesia mustahil bisa melakukan 'fund raising' melalui kegiatan-kegiatan partai politiknya. Umumnya masih melalui cara-cara yang melanggar hukum.
Pelanggaran hukum yang paling utama dalam pengumpulan dana partai, yaitu Korupsi. Menyusul sumbangan pribadi/badan yang melebihi ketentuan UU. Sumbangan yang jumlahnya melebihi ketentuan UU berakar dari korupsi juga. Penggelapan pajak, konsesi politik/bisnis/hukum, transaksional, dll.
Artinya, proses demokrasi dalam rangka meraih kekuasaan/posisi politik di Indonesia dibiayai dengan uang haram. Merugikan rakyat dan negara pastinya. Kenapa semua ini bisa terjadi? Karena penegakan hukum di Indonesia ini lemah. Semua bisa diatur. Hukum bisa diperjualbelikan dan dikadali.
Kenapa penegakkan hukum kita lemah? Karena institusi dan oknum aparat hukum kita lemah, tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan berprilaku korup juga, atau mudah disuap. Kenapa institusi dan oknum aparat hukum kita lemah dan mudah disuap? Karena pemimpin kita juga umumnya lemah.
Biasanya pemimpin yang korup pasti dikelilingi oleh orang-orang yang korup juga, dan itu pasti akan membawa kehancuran bagi rakyat, pemerintahaan dan hukum itu sendiri. Bahkan sampai-sampai ada pemimpin yang tega menghancurkan institusi hukum di bawahnya dan disampingnya demi melindungi para kroni-kroninya. Ini memang sudah luar biasa zalimnya.
Setiap upaya penegakan hukum akan dinilai oleh pemimpin yang korup sebagai sebuah ancaman terhadap kroni-kroninya dan kelangsungan kekuasaannya, dia akan selalu Paranoid terhadap upaya penegakan hukum.
Upaya penegakan hukum yang tegas hanya dimungkinkan untuk dilakukan hanya terhadap musuh-musuh politik si pemimpin itu saja, alias tebang pilih, diskriminasi, pesanan dan seterusnya. Ketika itu terjadi, maka keadilan sesungguhnya sudah lenyap di negeri syariah ini.
Tidak hanya pemimpin yang ingin menikmati manfaat dari kooptasi institusi dan aparat hukum ini. Oknum elit partai politik lain juga ingin menikmatinya, maka terjadilah oligarkhi di negeri ini yang berkedok demokrasi. Rakyat terus ditipu dan ditindas. Pemerintahan rakyat (demokrasi) pun menghilang.
Demokrasi hanya sebatas simbol dan kiasan kata. Sesungguhnya oligarkhi lah yang selama ini yang berjalan. Pemerintahan diatur dan dimanfaatkan oleh segelintir elit politik saja. Sistem demokrasi yang sangat mahal dan butuh biaya luar biasa besar ini sesungguhnya adalah sebuah paksa dari para elit, pimpinan partai dan politisi yang berlomba-lomba mencari uang sebanyak-banyaknya.
Uang haram itu bisa bersumber dari proyek-proyek APBN, APBA, APBK, korupsi pajak, konsesi-konsesi tambang, kebun, lahan, perizinan, dll. Itu semua dibagi-bagi diantara mereka sendiri. Semua cara dilakukan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Hukum dan UU pun sengaja dilanggarnya. Dihalalkan demi membiayai dan mempertahankan kekuasaannya.
Demokrasi langsung = biaya tinggi. Termasuk untuk urusan money politics. Beli suara pemilih, terutama kertas suara Golput dari oknum penyelenggara pemilu atau pilkada hingga upaya-upaya menjebol sistem IT KIP/KPU.
Semua kejahatan ini tidak bisa dihindari lagi kecuali dengan penegakkan hukum yang tegas, keras dan adil. Mustahil dilakukan saat ini bila kita tidak menemukan pemimpin baru yang berani melakukan bersih-bersih seperti Jokowi.
Kini banyak orang yang merasa pesimis akan hasil pemilu/pilpres 2014 mendatang, yang katanya dapat dipastikan tidak akan membawa perubahaan yang signifikan. Mungkin saja sedikit lebih baik, atau malah akan makin buruk dari keadaan yang sekarang.
Selama rakyat kita belum cerdas dan mudah dibayar dengan uang receh saat kampanye, maka pemimpin atau politisi yang akan terpilih nanti pastilah yang tidak berkualitas. Pemimpin yang akan terpilih pada Pemilu nanti, pastilah pemimpin yang paling banyak mengeluarkan uang atau paling banyak dibayari oleh para donatur/majikan-majikannya.
Dengan uang yang luar biasa besar yang dimilikinya atau dimiliki oleh para sponsor dan donaturnya, maka seorang pemimpin busuk, penipu, korup akan terpilih dalam pesta demokrasi tersebut nantinya.
Karena dengan biaya yang besar 'iblis' bisa disulap jadi malaikat. Sebaliknya, malaikat bisa 'difitnah' disebut Iblis oleh mereka. Dengan uang yang luar biasa besar, seorang penjahat bisa dipoles dan di sulap jadi seorang pahlawan, dielu-elukan, digiring opini opini yang tepat sebagai dukungannya.
Uang politik yang luar biasa besar bisa menciptakan pencitraan yang luar biasa bagus. Rakyat akan semakin tak peduli angka-angka statistik yang jadi parameternya. Rakyat tak peduli dengan 'track record' calon pemimpinya. Apalagi rakyat kita dikenal mudah melupakan dan kerap memaafkan seorang pemimpin yang dahulu pernah berbuat kesalahan dan tak perduli pada mereka asal dapat uang politik.
Sistem demokrasi langsung adalah pencitraan + money politics = uang luar biasa besar. Pemenang pemilu nanti dapat dipastikan adalah mereka yang punya uang banyak, orang yang memberikan sumbangan uang politik terbanyak bagi para pemilihnya. Hal itu akan membuat pemimpin terpilih kelak akan melakukan korupsi lebih besar lagi untuk menarik kembali uang politiknya yang telah dihabiskan pada saat kampanye Pemilu/Pilkada/Pilpres.
Sementara itu, para elit, partai politik dan politisi yang miskin, yang tidak pernah korupsi, dan tidak punya uang yang banyak serta tidak ada yang mau mensponsorinya, silahkan gigit jari. Dia pasti KO dalam Pemilu 2014 mendatang.
sumber : 91.8 KISS FM Aceh
09 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar