">

Jumat, 30 Agustus 2013

Damai Aceh : Apa Yang Terjadi?

Do you want to share?

Do you like this story?

Sejak lahirnya “Perjanjian Damai” tersebut Aceh menciptakan sebuah pertunjukan baru di negerinya sendiri.

GAM yang beralih nama menjadi Komite Peralihan Aceh (KPA), yang terdiri dari para kombantan GAM membentuk sebuah partai lokal bernama Partai Aceh (PA). Dan akhirnya semua rakyat memilih PA menjadi partai yang patut di usung menjadi pemimpin Aceh yang sebenarnya. Itulah sebuah fenomena politik luar biasa yang mengagungkan di tanah Aceh tercinta.
Tapi kini, Aceh masihlah bercucuran air mata. Kenapa Aceh masih saja menangisi situasi dan kondisi yang kian hari kian membingungkan? Apa sebabnya?
Aceh, belum lagi berhasil menjalankan roda emas yang berasal dari Helsinky tersebut sampai dengan sekarang.

Butuh waktu berapa lamakah rakyat Aceh bisa mencicipi anggur manis yang terdapat dalam MoU Helsinky tersebut. Atau kapankah, Aceh bisa melihat daerahnya menaikkan bendera Aceh dan Indonesia berdampingan di halaman rumahnya masing-masing? Dengan sekarang yang terjadi adalah penculikan disana-sini, pembunuhan bahkan penembakan misterius dimana-mana terjadi begitu saja. Bahkan yang sangat di sayangkan adalah korbannya tidak lain yaitu masyarakat sipil yang tidak tahu apa-apa tentang politik.

Dan juga ada beberapa korban penembakan misterius dari kalangan politik itu sendiri yang ternyata penembaknya juga berasal dari kalangan partai politik terbesar di aceh saat ini. Sehingga rakyat Aceh saat ini sendiri kebingungan harus mendukung siapa?
Dari kalangan para kombantan GAM sendiri sudah seperti anak ayam kehilangan induknya. Semua berpencar mencari jalan hidup masing-masing. Apakah ini yang diinginkan para pejuang? Apakah ini yang diinginkan rakyat Aceh? Coba kita cari jawabannya secara benar.

Aceh memang misterius. Orang tua bilang, Aceh suka berperang. Makanan orang Aceh adalah perang. Apakah itu sebuah bentuk kalimat canda dari mulut orang-orang tua, ataukah itu memang benar adalah karakter atau sifat orang Aceh. Kita hanya bisa menjawabnya dengan hati dan naluri yang sehat.

Setelah kepergian Wali.
Bila ada seorang pemimpin atau kepala daerah, atau seorang panglima pergi takkan pernah kembali meninggalkan negerinya yang sangat ia cintai, maka negeri tersebut pastilah menjadi sedih dan haru pilu menahan kepedihan batin untuk merelakan kepergian seorang pemimpin yang benar-benar ia cintai sepenuh hati bukan? Maka Aceh juga demikian saat kepergian Wali Nanggroe Muhammad Hasan Di Tiro.

Hasan Tiro telah bersusah payah membangkitkan semangat perjuangan pemuda-pemuda Aceh mengangkat bendera perang dengan Indonesia-Jakarta. Hasilnya, Hasan Tiro berhasil membakar semangat perang yang begitu membara dengan tentara Indonesia saat itu. Tidak ada kata lain di hati para pemberontak GAM, kecuali “Merdeka, Hidup Atau Mati!”.

Tapi sekarang, sungguh sangat disayangkan setelah kepergian Wali Nanggroe, Aceh semakin kebingungan. Para kombantan GAM tidak lagi sejalan.

Padahal dari dulu rakyat Aceh mengidolakan para pejuang tersebut agar mampu menjadikan kemakmuran dan keadilan yang merata bagi rakyat Aceh tentunya, sehingga Aceh mampu berdiri sendiri walau harus bernaung di bawah Garuda Pancasila.

Tapi sekarang, apa yang terjadi? Hanya kita yang bisa menjawabnya "Merdeka Atau Mati"

Sumber :
Sumber Asli : Teuku Amru Al-Hamidi Facebook

Top 5 News

Contact Us About Us Privacy Help Redaksi Info Iklan F A Q