Daulat Bangsaku! Daulat Negaraku! Merdeka!
20 November 2013
Kalaulah Pemerintah benar-benar mau meninjau ulang dan bahkan
membatalkan kerjasama denggan Australia, yang pertama harus dibatalkan
adalah kerjasama penanggulangan imigran ilegal yang ingin masuk ke
wilayah Australia. Penanganan imigran ilegal tersebut sangat memberatkan
Indonesia dan terlalu menguntungkan Australia. Kita jangan mau
dijadikan bemper Australia dalam menangkal masuknya imigran ke negara
itu. Kita bukan polisi Australia.
Imigran yang mau masuk ke
Australia datang dari berbagai negara. Ada yang naik kapal atau perahu
dan melintasi perairan kita menuju Australia. Mengapa kita jadi
berkewajiban menangkapi kapal-kapal imigran tersebut dan menampungnya di
wilayah kita? Ini sungguh memberatkan kita.
Imigran yang
ditampung itu tinggal bertahun-tahun di wilayah kita di tempat-tempat
penampungan, menunggu sampai ada negara ke-3 yang mau tampung mereka.
Padahal rakyat kita sendiri saja miskin, kok harus menahan dan menampung
begitu banyak imigran asing yang mau ke Australia. Sejatinya kita tidak
ada urusan dengan imigran yang mau ke Australia itu. Kita hanya jadi
wilayah negara terakhir sebelum mereka sampai ke sana.
Waktu
saya jadi Menkumham, saya katakan paad Menteri DIMA Australia, Philip
Ruddock, “Saya tidak mau jadi polisi negara Anda!” Nenek moyang kami
mestinya dulu menahan kapal James Cock yang bawa warga Inggris yang mau
ke Australia untuk jadi imigran ke benua itu. Imigran ilegal asal
Inggris yang naik kapal James Cook itulah yang merampok tanah-tanah
orang Oborigin, dan kini jadi penguasa di sana. Setelah berkuasa,
sekarang melarang orang lain yang mau jadi imigran. Malah menyuruh
Indonesia jadi polisi menahan para imigran itu.
Sejak jadi
Menkumham saya sudah desak Kemenlu untuk kaji ulang keanggotaan kita
dalam IOM (International Organization for Migration). Keanggotaan kita
di organisasi itu tidak banyak manfaatnya bagi kepentingan nasional.
Toh, tidak banyak WNI yang mau mengungsi ke negara lain, tapi lebih
banyak WN lain yang mau ngungsi ke sini!
Keanggotaan kita di
IOM dijadikan alat bagi Australia untuk menekan kita agar mau tampung
imigran yang mau masuk ke negara mereka. Ingat pengalaman kita tangani
pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Baru 20 tahun kita bisa
menyelesaikannya.
Waktu membahas soal imigran ini, saya
beberapa kali tegang dengan counterpart di Australia, Menteri Imigrasi
dan Menteri Kehakiman Australia. Sikap saya terhadap Australia tegas
saja. Saya tidak mau negara kita ditekan-tekan ikuti kemauan Australia.
Sementara sikap mereka juga tidak kooperatif tangani nelayan-nelayan
kita yang tak paham batas laut di Pulau Pasir di selatan Pulau Timor.
Pulau Pasir adalah pulau milik Australia, yang sering dikira nelayan
Timor dan Bugis masih wilayah Indonesia. Nelayan-nelayan itu ditangkapi
dan kapalnya ditarik ke Darwin dan mereka ditahan di atas kapalnya
bertahun-tahun tidak boleh naik ke darat. Sikap Australia yang tidak
manusiawi itu membuat saya berang dengan mereka.
Itu pula yang
membuat insiden diplomatik ketika saya menolak digeladah ketika akan
memasuki gedung parlemen Australia. Saya anggap penggeladahan terhadap
Menteri yang menjadi tamu yang diundang Pemerintah Australia adalah
penghinaan. Dubes Imron Cotan waktu itu panik, karena saya perintahkan
delegasi RI tinggalkan Gedung Parlemen Australia. Insiden baru selesai
setelah PM John Howard minta maaf atas penggeledahan tersebut dan kami
kembali ke gedung parlemen.
Sikap Australia yang terkadang
arogan, memang perlu dikasih pelajaran. Jangan mau kita dihinakan negara
asing. Meski Dubes kita di Australia sudah dipanggil pulang, PM
Australia tetap menolak minta maaf atas kegiatan mata-mata meraka di
sini. Dubes Australia di Jakarta malah sedang jalan-jalan ke Papua.
Kini saatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap lebih tegas
dengan mengusir Dubes Australia di Jakarta agar 1x24 jam tinggalkan
Indonesia.