09 September 2013
Simeulue - Sekitar 150 tenaga honorer dari jajaran Pemerintah Kabupaten
Simeulue, Provinsi Aceh, menyatakan protes terhadap keputusan yang
menyatakan mereka tereliminasi atau gugur dari kategori satu (K1) untuk
dapat mengikuti seleksi CPNS.
“Mereka mencari keadilan dan
kepastian hukum. Mereka tereliminasi karena alibi dari hasil audit tidak
realistis dan tidak substansial,” kata Ketua Fraksi Karya Demokrasi
Bintang Muda (FKDBM) DPRK Simeulue Rahmad di Banda Aceh, Senin 9
September 2013.
Hal itu
disampaikan seusai pertemuan delegasi tenaga honorer K1 Pemkab Simeulue
dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Sekitar 150 honorer daerah
Kabupaten Simeulue yang sebelumnya masuk dalam kategori satu (K1) namun
akhirnya dinyatakan tidak masuk kriteria (TMK-K1).
Menurut
Rahmad, gugurnya mereka lebih didominasi karena kesalahan yang timbul
bukan dari para honorer tapi kesalahan pemerintah.
“Kesilapan
itu juga karena kelalaian dalam pengetikan saat pembuatan SK para
honorer dan perbedaan interprestasi terhadap lembaga-lembaga
pemerintahan di Simeulue yang tidak ada di Jakarta,” katanya
menjelaskan.
Rahmad menyatakan, misalnya dalam SK para honorer
dinyatakan bekerja di sekolah swasta. “Jika sekolah swasta di Medan atau
Jakarta itu merupakan milik yayasan, tapi sekolah swasta di Simeulue
milik pemerintah kabupaten,” katanya menjelaskan.
Kemudian
honorer yang bekerja di lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU),
namun di Jakarta lembaga (MPU) itu tidak ada, karena namanya Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Itu sebagai contoh perbedaan interprestasi.
Selain itu, Rahmad juga menilai beberapa alasan lain yang tidak masuk
akal sebagai penyebab hilangnya hak honorer K1 Simeulue untuk diangkat
menjadi CPNSD.
“Karenanya kami minta pihak terkait terutama
Gubernur Zaini Abdullah agar dapat berjuang guna memperoleh kembali
hak-hak honorer K1 Simeulue,” kata dia.
Sumber : 91.8 KISS FM Aceh
09 September 2013
Simeulue - Sekitar 150 tenaga honorer dari jajaran Pemerintah Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, menyatakan protes terhadap keputusan yang menyatakan mereka tereliminasi atau gugur dari kategori satu (K1) untuk dapat mengikuti seleksi CPNS.
“Mereka mencari keadilan dan kepastian hukum. Mereka tereliminasi karena alibi dari hasil audit tidak realistis dan tidak substansial,” kata Ketua Fraksi Karya Demokrasi Bintang Muda (FKDBM) DPRK Simeulue Rahmad di Banda Aceh, Senin 9 September 2013.
Hal itu disampaikan seusai pertemuan delegasi tenaga honorer K1 Pemkab Simeulue dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Sekitar 150 honorer daerah Kabupaten Simeulue yang sebelumnya masuk dalam kategori satu (K1) namun akhirnya dinyatakan tidak masuk kriteria (TMK-K1).
Menurut Rahmad, gugurnya mereka lebih didominasi karena kesalahan yang timbul bukan dari para honorer tapi kesalahan pemerintah.
“Kesilapan itu juga karena kelalaian dalam pengetikan saat pembuatan SK para honorer dan perbedaan interprestasi terhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Simeulue yang tidak ada di Jakarta,” katanya menjelaskan.
Rahmad menyatakan, misalnya dalam SK para honorer dinyatakan bekerja di sekolah swasta. “Jika sekolah swasta di Medan atau Jakarta itu merupakan milik yayasan, tapi sekolah swasta di Simeulue milik pemerintah kabupaten,” katanya menjelaskan.
Kemudian honorer yang bekerja di lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), namun di Jakarta lembaga (MPU) itu tidak ada, karena namanya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Itu sebagai contoh perbedaan interprestasi.
Selain itu, Rahmad juga menilai beberapa alasan lain yang tidak masuk akal sebagai penyebab hilangnya hak honorer K1 Simeulue untuk diangkat menjadi CPNSD.
“Karenanya kami minta pihak terkait terutama Gubernur Zaini Abdullah agar dapat berjuang guna memperoleh kembali hak-hak honorer K1 Simeulue,” kata dia.
Sumber : 91.8 KISS FM Aceh
Simeulue - Sekitar 150 tenaga honorer dari jajaran Pemerintah Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, menyatakan protes terhadap keputusan yang menyatakan mereka tereliminasi atau gugur dari kategori satu (K1) untuk dapat mengikuti seleksi CPNS.
“Mereka mencari keadilan dan kepastian hukum. Mereka tereliminasi karena alibi dari hasil audit tidak realistis dan tidak substansial,” kata Ketua Fraksi Karya Demokrasi Bintang Muda (FKDBM) DPRK Simeulue Rahmad di Banda Aceh, Senin 9 September 2013.
Hal itu disampaikan seusai pertemuan delegasi tenaga honorer K1 Pemkab Simeulue dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Sekitar 150 honorer daerah Kabupaten Simeulue yang sebelumnya masuk dalam kategori satu (K1) namun akhirnya dinyatakan tidak masuk kriteria (TMK-K1).
Menurut Rahmad, gugurnya mereka lebih didominasi karena kesalahan yang timbul bukan dari para honorer tapi kesalahan pemerintah.
“Kesilapan itu juga karena kelalaian dalam pengetikan saat pembuatan SK para honorer dan perbedaan interprestasi terhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Simeulue yang tidak ada di Jakarta,” katanya menjelaskan.
Rahmad menyatakan, misalnya dalam SK para honorer dinyatakan bekerja di sekolah swasta. “Jika sekolah swasta di Medan atau Jakarta itu merupakan milik yayasan, tapi sekolah swasta di Simeulue milik pemerintah kabupaten,” katanya menjelaskan.
Kemudian honorer yang bekerja di lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), namun di Jakarta lembaga (MPU) itu tidak ada, karena namanya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Itu sebagai contoh perbedaan interprestasi.
Selain itu, Rahmad juga menilai beberapa alasan lain yang tidak masuk akal sebagai penyebab hilangnya hak honorer K1 Simeulue untuk diangkat menjadi CPNSD.
“Karenanya kami minta pihak terkait terutama Gubernur Zaini Abdullah agar dapat berjuang guna memperoleh kembali hak-hak honorer K1 Simeulue,” kata dia.
Sumber : 91.8 KISS FM Aceh